Pengertian Hukum Asuransi Menurut Para Ahli

Hukum Asuransi
Hukum Asuransi

Hukum Asuransi~ Pernahkah anda mendengarkan kata asuransi? Tentu saja sering, dengan sekian banyak perusahaan asuransi yang ada di Indonesia, seringkali kita mendengar kata asuransi, akan tetapi masih banyak diantara kita yang belum mengerti dengan benar apa itu asuransi dan sederet aturannya.

Namun, perlu diketahui dalam segi apapun dan sektor apapun hukum masih berperan aktif dalam setiap kegiatan sektor tersebut. Tak terkecuali dengan asuransi. Hal tersebut sering disebut dengan hukum asuransi.

Oleh karenanya kita perlu mengetahui pengertian sesungguhnya pengertian dari hukum asuransi sendiri, agar wawasan kita bertambah luas mengenai hukum, simak ulasan di bawah ini.

Jika dilihat secara seksama Undang Nomor 2 Tahun 1992, merumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap dalam menjelaskan  jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD.  Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Hukum asuransi adalah sekumpulan peraturan lisan maupun tulisan yang bersifat mengikat serta memiliki sanksi tersendiri mengenai peralihan resiko yang ada pada orang lain untuk mendapatkan ganti rugi setelah terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan orang tersebut mengalami kerugian.

Hukum Asuransi menurut Pasal 246 KUHP, merupakan perjanjian antara penanggung dan tertanggung dimana seorang penanggung menerima premi dengan kewajiban memberikan ganti kerugian atas peristiwa belum tentu terjadi.

Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHP

  1. adanya kesepakatan yang memunculkan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut dapat berupa sepakat benda/ syarat-syarat tertentu
  2. adanya penanggung sebagai peralihan resiko seseorang
  3. terdapat premi tertentu dari tertanggung kepad penanggung
  4. adanya peristiwa yang belum pasti
  5. Adanya ganti kerugian sebagai kewajiban penanggung kepada tertanggung atas peristiwa yang terjadi

Semakin  besar resiko yang ditanggung maka semakin besar premi yang di bayar jadi akan terjadi keseimbangan prinsip.

Sumber Hukum Asuransi / pertanggungan terdapat dalam dua sumber yang meliputi:

  1. Hukum Tertulis
  2. Aturan bersifat khusus

Demikian artikel yang berisi tentang Hukum Asuransi, Unsur-Unsur Hukum Asuransi, Sumber Hukum Asuransi. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi anda.

Artikel yang Terkait: 

Incoming search terms:

Pengertian Hukum Ketenagakerjaan Menurut Para Ahli

Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan

Hukum Ketenagakerjaan~ Dalam segi apapun dan bidang manapun hukum selalu ikut berperan aktif. Selain hukum sebagai aturan, hukum juga berperan sebagai perlindungan.

Di dalam pemahaman hukum ketenagakerjaan yang ada dapat diketahui adanya unsur-unsur hukum ketenagakerjaan, meliputi :

  1. Serangkaian aturan yang berkembang kedalam bentuk lisan mauun tulisan
  2. Mengatur hubungan antara pekerja dan pemilik perusahaan.
  3. Adanya tingkatan pekerjaan, yang pada akhirnya akan diperolah balas jasa.
  4. Mengatur perlindungan pekerja/ buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/ buruh dsb

Dari uraian di atas perlu diketahui bahwa beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari hukum ketenagakerjaan meliputi:

  1. Menurut Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja.
  2. Menurut Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri.
  3. Menurut Soetikno, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja tersebut.
  4. Menurut Imam Sopomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian saat seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
  5. Menurut M.G. Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, yakni pekerja di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja itu.
  6. Menurut N.E.H. Van Esveld, hukum perburuhan adalah tidak hanya meliputi hubungan kerja dengan pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi juga meliputi pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja atas tanggung jawab dan risiko sendiri.
  7. Menurut Halim, hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pekerja maupun pihak majikan.
  8. Menurut Daliyo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasa.
  9. Menurut Syahrani, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dan majikan dengan perintah (penguasa).

Setelah mengungat kembali bahwa hukum tenaga kerja memiliki arti dan makna yang sangat luas dan sebagai upaya untuk menghindari kesalahan persepsi terhadapa penggunanan istilah yang ada, oleh karenanya dalam artikel kali ini akan digunakan istilah yaitu istilah hukum perburuan sebagai pengganti istilah hukum ketenagakerjaan.

Menurut Logemann, ruang lingkup suatu hukum perburuan ialah suatu keadaan dimana berlakunya hukum itu sendiri. Menurut teori yang dijelaskan beliau ada empat ruang lingkup yang dapat dijabarkan dibawah ini, meliputi :

1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)

Dalam lingkup laku pribadi memiliki kaitannya dengan siapa atau dengan apa kaidah hukum tersebut berlaku. Siapa-siapa saja yang dibatasi oleh hukum tersebut, meliputi :

  • Buruh/ Pekerja
  • Pengusaha/ Majikan
  • Penguasa (Pemerintah)

2. Lingkup Laku Menurut Waktu (Tijdsgebied)

Disini  ditunjukkan kapan sutu peristiwa tertentu diatur oleh suatu hukum yang berlaku.

3. Lingkup Laku Menurut Wilayah (Ruimtegebied)

Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum.

4. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal

Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah.

Demikian artikel yang membahas mengenai Hukum Ketenagakerjaan, Unsur Hukum Ketenagakerjaan, Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan. Semoga artikel ini dapat bermanfaat sebagai bahan acuan refrensi anda.

Artikel Yang Terkait:

Incoming search terms:

Pengertian Hukum Positif Menurut Para Ahli

Hukum Positif
Hukum Positif

Hukum Positif~  Hukum positif merupakan sederet asas dan kaidah hukum yang berlaku saat ini, berbentuk kedalam lisan maupun tulisan yang keberlakuan hukum tersebut mengikat secara khusus dan umum yang diegakkan oleh lembaga peradilan atau pemerintahan yang hidup dalam suatu negara.

Meskipun  hukum positif yang dijelaskan merupakan hukum yang berlaku pada saat ini akan tetapi tidak meninggalkan hukum yang berlaku pada masa lalu.

Memasukkan hukum yang pernah berlaku sebagai hukum positif dapat pula dikaitkan dengan pengertian keilmuan yang membedakan antara ius constitutum dan ius constituendum.

Ius constituendum lazim didefinisikan sebagai hukum yang diinginkan atau yang dicita-citakan, yaitu hukum yang telah didapati dalam rumusan-rumusan hukum tetapi belum berlaku: Berbagai rancangan peraturan perundang-undangan (RUU, RPP, R.Perda, dan lain-lain rancangan peraturan) adalah contoh-contoh dari ius constituendum.

Termasuk juga ius constituendum adalah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan tetapi belum berlaku, misalnya, Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah menjadi Undang-Undang pada tahun 1986, tetapi baru dijalankan lima tahun kemudian (1991).

Selama lima tahun tersebut, Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 merupakan ius constituendum. Pada suatu ketika didapati berbagai rancangan perubahan Undang-Undang Dasar yang telah di susun PAH I MPR, merupakan ius constituendum yang diharapkan suatu ketika ditetapkan sebagai ius constitution. Dipihak lain ada ius constitution yaitu hukum yang berlaku atau disebut hukum positif.

Hukum yang pernah berlaku adalah ius constitution walaupun tidak berlaku lagi, karena tidak mungkin dimasukkan sebagai ius constituendum. Dalam kajian ini, hukum positif diartikan sebagai aturan hukum yang sedang berlaku atau sedang berjalan, tidak termasuk aturan hukum di masa lalu .

Meskipun hukum positif sendiri bersifat nasional, pada dasarnya hanya berlaku pada wilayah tertentu yang ada di Indonesia, akan tetapi dalam keadaan yang tertentu dapat pula berlaku diluar wilayah Indonesia. Dalam KUHP pidana (WvS) dijumpai perluasan hukum  pidana diluaar teritorial negara Indonesia.

  1. Ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana di atas kapal Indonesia yang sedang berada diluar wilayah negara Indonesia (KUH Pidana, Pasa13).
  2. Berdasarkan prinsip nasionalitas, ketentuan tertentu hukum pidana Indonesia (seperti Pasal 160, Pasal 161, Pasal 249), berlaku terhadap warga negara Indonesia yang melakukan perbuatan pidana diluar negeri (KUH Pidana, Pasa15).  Kaidah hukum keperdataan dapat juga berlaku diluar wilayah Indonesia berdasarkan suatu perjanjian.

Hukum positif Indonesia juga berlaku dimana Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat (sovereign rights) atas wilayah yang tidak lagi masuk wilayah teritorial negara Indonesia seperti pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Hukum positif dapat dikelompokkan kedalam hukum positif tertulis dan hukum positif tidak tertulis.

Demikian artikel yang membahas mengenai Hukum Positif, Hukum Pidana, Dan Jenis Hukum Positif. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi Indonesia.

Artikel Yang Terkait:

Incoming search terms:
Tesis Hukum

Tesis Hukum

Tesis Hukum

Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Pasal 18 UUD 1945 Pasca Amandemen Ditinjau Dari Politik Hukum Di Indonesia  

Sejak awal kemerdekaan, politik hukum otonomi daerah senantiasa digariskan melalui proses eksperimen yang seperti tak pernah selesai. Ia selalu berubah dan diubah sesuai dengan perubahan konfigurasi politik. Perubahan itu menyangkut berbagai aspek dalam sistem otonomi, seperti aspek formal, materiil, nyata, seluas-luasnya, hubungan kekuasaan, cara pemilihan dan lain sebagainya.1

Pemikiran mengenai otonomi sebagai alternatif dari pilihan bentuk negara federal telah diletakkan sejak masa pergerakkan kemerdekaan. Pada saat menyusun UUD 1945, otonomi termasuk salah satu pokok yang dibicarakan dan kemudian dimuat dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Demikian pula selanjutnya, dalam pergantian UUD seperti khususnya dalam rumusan Pasal 131 UUDS RI 1950 otonomi tetap tercantum. Pada era reformasi tahun 1998 pemikiran mengenai otonomi daerah seluas-luasnya juga menjadi salah satu masalah penting dalam agenda pokok gerakan reformasi tahun 1998

Dalam rentang sejarah yang ada sampai reformasi tahun 1998, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan kebijakan otonomi daerah melalui beberapa undang-undang yaitu UU No. 1 tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, Pen Pres No. 6 Tahun 1959, UU No. 18 Tahun 1965, kemudian pernah Tap. MPRS No. XXI tahun 1966 mengamanatkan otonomi yang seluas-luasnya di mana asas dekonsentrasi hanya sebagai dekomplemen, namun tidak pernah diatur lanjut melalui UU organik untuk pelaksanaannya, kemudian lagi setelah terbit Tap. MPR hasil Pemilu 1971 menganut otonomi yang nyata dan bertanggungjawab yakni Tap MPR No. IV tahun 1973 tentang GBHN akhirnya keluarlah UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

Lanjutan

 

Makalah Hukum

Ada beberapa macam definisi kebijakan publik, menurut Carl J. Frederick kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan keputusan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Thomas R. Dye menjelaskan, bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Selanjutnya Dye mengatakan, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya dan kebijakan tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata- mata keinginan pemerintah atau pejabatnya. Disamping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan negara, karena akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan “sesuatu yang dilakukan” pemerintah.

Lanjutan

 

Makalah Teori Hukum

Kajian penegkan hukum ini terkait dengan penegakan hukum di wilayah laut teritorial Indonesia oleh TNI-AL berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Untuk mengkaji suatu permasalahan hukum secara lebih mendalam diperlukan teori yang berupa serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan merumuskan hubungan antar konsep31. Prinsip dasar teori yang dikutip dalam penelitian ini berpedoman pada banyak penelitian, hal ini dilakukan agar penggunaan teori dalam landasan berfikir akan tetap sesuai dengan judul yang ditentukan. Pengutipan teori dalam penyusunan penelitian ini disesuaikan dengan pokok pikiran pengembangan teori tentang Penegakan Hukum di Wilayah Laut Teritorial Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Lanjutan

 

Tesis Hukum Pidana

Studi tentang Wacana Hukum Responsif dalam Politik Hukum Nasional di Era Reformasi. 

Program peningkatan kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum lainnya

  • Peningkatan kegiatan operasional penegakan hukum dengan
  • perhatian khusus kepada pemberantasan korupsi, terorisme, dan
  • penyalahagunaan narkoba;
  • Peningkatan forum diskusi dan pertemuan antar lembaga
  • peradilan dan lembaga penegak hukum yang lebih transparan
  • dan terbuka bagi masyarakat;
  • Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang
  • menjamin akses public;
  • Pembangunan sistem pengawasan yang transparan dan
  • akuntabel, antara lain pembentukan Komisi Pengawas
  • Kejaksaan dan Komisi Kepolisian Nasional;
  • Penyederhanan sistem penegakan hukum;
  • Pembaruan konsep penegakan hukum, antara lain penyusunan
  • konsep sistem peradilan pidana terpadu dan penyusunan konsep pemberian bantuan hukum serta meninjau kembali peraturan perundang-undangan tentang izin pemeriksaan terhadap penyelenggara negara dan cegah tangkal tersangka kasus korupsi;
  • Penguatan kelembagan, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor);
  • Percepatan penyelesaian berbagai perkara tunggakan pada tingkat kasasi melalui proses yang transparan;
  • Pengembangan sistem manajemen anggaran peradilan dan lembaga penegak hukum lain yang transparan dan akuntabel
  • Penyelamatan bahan bukti akuntabilitas kinerja berupa dokumen/ arsip lembaga Negara dan badan pemerintahan untukmendukung penegakan hukum.

Lanjutan

 

Tesis Hukum Bisnis

Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta  

Hukum sebagai idealisme memiliki hubungan yang erat dengan konseptualisme keadilan secara abstrak. Apa yang dilakukan oleh hukum adalah untuk mewujudkan ide dan konsep keadilan yang diterima oleh masyarakatnya ke dalam bentuk yang konkrit, berupa pembagian atau pengolahan sumber-sumber daya kepada masyarakatnya. Hal demikian itu berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat atau Negara yang berorientasi kesejahteraan dan kemakmuran. Hakekat dari pengertian hukum sebagai suatu sistem norma, maka sistem hukum itu merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka.

Pada hakekatnya hukum sebagai suatu sistem, maka untuk dapat memahaminya perlu penggunaan pendekatan sistem. Berbagai pengertian  hukum sebagai sistem hukum dikemukakan antara lain oleh M. Frideman (dalam bukunya Ismi Warasih) bahwa hukum itu merupakan gabungan antara komponen struktur, substansi dan kultur. Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Komponen substantif yaitu sebagai output dari sistem hukum, berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. Komponen kultural yang terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum (kultural hukum). Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku seluruh warga masyarakat.

 

Proposal Tesis Hukum

Kebijakan Penerapan Hukuman Disiplin Bagi Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta 

Teori Tentang Sistem Hukum

Menurut Lawrence Meir Friedman, seorang ahli sosiologi hukum dari Stamford University mengemukakan mengenai Tiga Unsur Sistem Hukum (Three Element of Legal System). Adapun teori Lawrence Meir Friedman menyatakan bahwa hukum merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri dari tiga unsur yang saling terkait. Dalam ketiga unsur sistem hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut adalah sebagai berikut :

1) Struktur Hukum (legal structure)
Struktur menurut Lawrence Meir Friedman adalah “the structure of a system its skeletal framework; it is the permanent shape, the institutional body of the syatem, the tought, rigid bones that keep the process flowing with in bounds ….” Jadi struktur adalah kerangka,

Lanjutan

Incoming search terms:

Penegakan Hukum Tindak Pidana Perambahan Hutan

Perambahan HutanPerambahan Hutan~ Hutan merupakan salah satu kekayaan yang ada pada alam ini, terutama di Indonesia yang memiliki beranekaagam hutan yang memiliki manfaat tersendiri masing-masing jenis hutan. Akan tetapi sayang sekali banyak oknum yang tidak bertanggung jawab atas kekayaan tersebut.

Liat saja berbagai perambah hutan yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Padahal jika ditelisik dengan baik apa yang dilakukan pperambah hutan tersebut sangat merugikan berbagai pihak.

Oleh sebab itu sekarang ini telah diberikan suatu perundang-undangan atas tindak pidana perambahan hutan. Meskipun begitu tidak semua oknum takut akan jeratan dari aturan tersebut. Banyak sekali para oknum yang tidak memperhitungkan segala apa yang diperbuatnya.

Seperti contoh kasus tindak pidana yang ada di Riau, dua tersangak perambah hutan berhasil ditangkap oleh Tim Pemburu Pelaku Karhutla Polres Dumai. Mereka yang berinisial YO (41) dan SO (40) ditangkap di kawasan Hutan Wisata Dumai, Jumat (27/6) petang.

Aksi mereka tertangkap basah oleh Tim Pemburu Pelaku Karhutla Polres Dumai ketika sedang patroli. Mereka yang sedang membabati kayu hingga habis dan merambah hutan dengan tidak aturan berhasil ditangkap langsung di TKP.

Masih belum jera, mereka yang telah tertangkap basah mengaku baru sepekan melakukan aktivitas tersebut, akan tetapi jika melihat kondisi lahan yang sudah bersih dan telah siap ditanami bibis sawit bisa dipastikan bahwa mereka melakukan hal tersebut tidak hanya sepekan akan tetapi sudah memiliki jangkau waktu yang lama.

Tindak Pidana Perambahan Hutan

Pengerjaan/pendudukan tanah hutan secara tidak sah merupakan kegiatan yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan hutan secara ekstrim.  Dalam Undang-undang bidang kehutanan, pengertian tentang tindak pidana perambahan hutan secara eksplisit disebutkan dalam penjelasan Pasal 50 ayat 3 huruf (b) Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang  Kehutanan,  bahwa,  “Yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang.”

Perambahan hutan dilakukan dengan mengambil hasil hutan dan kemudian mengkonversi hutan menjadi  peruntukan lain secara illegal.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah  “perambahan” adalah proses, cara, perbuatan merambah.

Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh W.J.S. Purwadarminta, “merambah” adalah (1) membabat; menebangi (memangkas dan sebagainya) tumbuh-tumbuhan, pohon-pohon dan sebagainya. Jadi perambahan hutan adalah proses, cara, perbuatan membabat; menebangi (memangkas dan sebagainya) tumbuh-tumbuhan, pohon-pohon dan sebagainya dalam suatu kawasan yang disebut dengan hutan dengan tanpa seijin pejabat yang berwenang.

Apabila dilihat dari kategori perbuatan dan akibat yang ditimbulkan, ketentuan tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang  Kehutanan,  masih dikategorikan sebagai perbuatan perambahan hutan walaupun secara eksplisit tidak disebut sebagai perambahan hutan. Dalam Pasal 50 ayat (3) huruf  a Undang-Undang Kehutanan tersebut disebutkan bahwa, “mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah”, merupakan salah satu perbuatan yang dikriminalisasi dan diancam dengan hukuman pidana sebagaimana terdapat dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dalam penjelasan  Pasal  50 ayat (3) huruf  a disebutkan bahwa kegiatan tersebut  antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya,  untuk wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan, untuk membangun tempat pemukiman, gedung, dan bangunan lainnya.

Penegakan  Hukum  Bidang  Kehutanan

Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Adapun yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Dalam  kenyataannya proses penegakan hukum mencapai puncaknya pada saat pelaksanan oleh pejabat penegak hukum.

Penegakan hukum merupakan penerapan cara bekerjanya hukum dalam masyarakat dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan yang didukung adanya tatanan yaitu kebiasaan hukum dan kesusilaan sehingga berpengaruh pada segi efektivitas tatanan itu sendiri. Tatanan-tatanan tersebut sebagai kekuatan sosial, yang tidak hanya berpengaruh terhadap rakyat sebagai sasaran (adresat) hukum, melainkan juga terhadap lembaga-lembaga hukum. Hasil akhir dari pekerjaan tatanan dalam masyarakat pada kenyataannya tidak bisa hanya dimonopoli oleh hukum. Tingkah laku masyarakat tidak hanya ditentukan oleh hukum, akan tetapi juga ditentukan oleh kekuatan sosial lain seperti kebiasaan dan kesusilaan.

Demikian artikel yang membahas mengenai Tindak Pidana Kehutanan, Perambahan Hutan, Penegakan Hukum Kehutanan. Semoga artikel yang Kami sajikan mampu memberikan wawasan untuk Anda.

Artikel yang Terkait:

Incoming search terms:

Pengertian Hukum Kesehatan Menurut Para Ahli

Hukum Kesehatan
Hukum Kesehatan

Hukum Kesehatan~  Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Oleh karenanya perlu juga diberlakukan sebuah aturan yang dapat menjamin oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Aturan aturan tersebut disebut dengan hukum kesehatan hukum kesehatan merupakan aturan yang berlaku pada penyelenggaraan kesehatan baik ditinjau dari pelayananan kesehatan, penyediaan kesehatan, tenaga kesehatan, dan sarana kesehatan.

Tenaga kesehatan adalah individu atau orang yang telah mengabdikan dirinya sendiri dalam bidang kesehatan serta memiliki kemampuan dan ketrampilan yang didapat melalui pendidikan di bidang kesehatan yang nantinya akan memiliki kewenangan untuk melakukan segala upaya yang berhubungan dengan kesehatan.

Dalam melakukan upaya kesehatan sendiri dibutuhkan pula sebuah sarana, yang dapat disebut dengan sarana kesehatan , sehingga dapat dikatakan bahwa sarana kesehatan merupakan tempat yang dipergunakan untuk melakukan tindakan dan segala upaya kesehatan.

Berbicara mengenai hukum yang ada dalam kesehatan, pada kenyataannya perbedaan hukum kesehatan (Health Law) dan hukum kedokteran (medical law) hanya terletak pada ruang lingkupnya saja.

Ruang lingkup kedokteran sendiri terletak pada masalah-masalah yang berkaitan dengan profesi kedokteran itu sendiri. Tapi karena masalah kedokteran itu sendiri termasuk di dalam ruang lingkup kesehatan, maka hukum kedokteran termasuuk ke dalam hukum kesehatan.

Dari sinilah lahirnya perundang-undangan di bidang kesehatan yang dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan :

  1. pengaturan pemberian jasa keahlian
  2. tingkat kualitas keahlian tenaga kesehatan untuk masyarakat
  3. keterarahan
  4. pengendalian biaya
  5. kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentingannya serta identifikasi kewajiban pemerintah
  6. perlindungan hukum pasien
  7. perlindungan hukum tenaga kesehatan
  8. perlindungan hukum pihak ketiga
  9. perlindungan hukum bagi kepentingan umum

Dalam pengertian hukum kesehatan yang dibahas secara terperinci, diungkapkan oleh beberapa ahli yang dapat dipahami, sebagai berikut:

  1. Van Der Mijn mengungkapakan bahwa hukum kesehatan diratikan sebagai hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, meliputi: penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara.
  2. Leenen berpendapat bahwa hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum kesehatan merupakan seperangkat kaidah yang mengatur secara khusus segala aspek yang berkaitan dengan upaya dan pemeliharaan di bidang kesehatan.

Dengan adanya hukum kesehatan tersebut tidak hanya meluruskan sikap dan pandangan masyarakat, akan tetapi akan melususkan sikap dan pandangan kelompok dokter yang sering merasa enggan jika perurusan dengan meja peradialan.

Hukum Kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja tetapi juga yurisprudensi, traktat, Konvensi, doktrin, konsensus dan pendapat para ahli hukum maupun kedokteran.

Hukum tertulis, traktat, Konvensi atau yurisprudensi, mempunyai kekuatan mengikat (the binding authority), tetapi doktrin, konsensus atau pendapat para ahli tidak mempunyai kekuatan mengikat, tetapi dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam melaksanakan kewenangannya, yaitu menemukan hukum baru.

Demikian artikel yang membahas mengenai Hukum Kesehatan, Ruang Lingkup Hukum Kesehatan, Sumber Hukum Kesehatan, Fungsi Hukum Kesehatan. Artikel ini dibuat dengan maksud dan tujuan agar bermanfaat sebagai tambahan wawasan anda dan sebagai bahan acuan refrensi anda.

Artikel Yang Terkait:

Incoming search terms: