Tindak Tegas Tindak Pidana Pencabulan Anak

Tindak Tegas Tindak Pidana Pencabulan Anak

Pencabulan AnakHukum Pidana~ Contoh Kasus Penegakkan Hukum Secara Tegas Tindak Pidana Pencabulan Anak

Anak merupakan suatu aset yang ada dalam setiap keluarga, selain itu dihadapan hukum anak merupakan suatu potensi yang perlu dikembangkan yang nantinya akan menkadi sumber daya manusia yang berkualitas untuk bangsa ini sendiri.

Akan tetapi jika diingat kembali smeakin banyak kasus yang menyebabkan rusaknya potensi dari dalam diri anak. Seperti yang telah disinyalir dari berbagai media tindak pidana pencabulan kepada anak. Hal tersebut merupakan momok yang mengancam masa depan anak tersebut.

Seperti kasus yang sedang terjadi di Riau, seorang pria usia 44 tahun telah mencabuli seorang anak berumus 14 tahun. Dari kejadian tersebut tersangka ditangkap aparat polisi, setelah korban menuturkan perilaku tersangka kepada orang tuanya.

Korban mengungkapkan perilaku tersangka terhadap dirinya kepada ibunya, setelah itu tanggal 20 Juni 2014 langsung diadakannya pemeriksaan, dan benar adanya bahwa pria tersebut merupakan pelaku pencabulan anak dibawah umur ini.

Pengertian Pencabulan

Pencabulan  yang berasal dari kata dasar “cabul” menurut Kamus Bahasa Indonesia artinya keji dan kotor (seperti melanggar kesopanan dan sebagainya), perbuatan yang buruk (melanggar kesusilaan), berbuat   : berbuat tak senonoh,  gambar, bacaan : gambar, bacaan yang melanggar kesusilaan Adapun menurut Kamus Hukum cabul artinya berbuat mesum dan atau bersetubuh dengan seseorang.

Tindakan Tegas Atas Tindak Podana Pencabulan

Dengan melihat akibat yang dialami korban tindak pidana pencabulan/perkosaan tersebut maka pada saat ini penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak sejak pemeriksaan tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan, baik Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim menerapkan ketentuan pasal-pasal Undang-Undang Nomor: 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana pasal yang mengatur masalah ini antara lain terdapat pada :

1)  Pasal 81 yang berbunyi :

(1) Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

2)  Pasal 82 yang berbunyi:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pelaksanaan Penegakkan Hukum

Pelaksanaan penegakan hukum ini bersinggungan dengan banyak aspek yang lain yang melingkupinya, karena sudah menjadi suatu hal yang pasti bahwa usaha mewujudkan ide atau nilai tersebut selalu melibatkan lingkungan serta berbagai faktor lainnya, oleh karenanya penegakan hukum hendaknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan selalu berada diantara berbagai faktor.

Demikian artikel yang membahasa mengenai Tindak Pidana, Hukum Pidana, Pelaksanaan Penegakkan Hukum, Perlindungan Anak, Pengertian Pencabulan. Semoga artikel yang Kami sajikan bermanfaat untuk Anda.

Artikel yang Terkait:

Incoming search terms:

Pengertian Hukum Positif Menurut Para Ahli

Hukum Positif
Hukum Positif

Hukum Positif~  Hukum positif merupakan sederet asas dan kaidah hukum yang berlaku saat ini, berbentuk kedalam lisan maupun tulisan yang keberlakuan hukum tersebut mengikat secara khusus dan umum yang diegakkan oleh lembaga peradilan atau pemerintahan yang hidup dalam suatu negara.

Meskipun  hukum positif yang dijelaskan merupakan hukum yang berlaku pada saat ini akan tetapi tidak meninggalkan hukum yang berlaku pada masa lalu.

Memasukkan hukum yang pernah berlaku sebagai hukum positif dapat pula dikaitkan dengan pengertian keilmuan yang membedakan antara ius constitutum dan ius constituendum.

Ius constituendum lazim didefinisikan sebagai hukum yang diinginkan atau yang dicita-citakan, yaitu hukum yang telah didapati dalam rumusan-rumusan hukum tetapi belum berlaku: Berbagai rancangan peraturan perundang-undangan (RUU, RPP, R.Perda, dan lain-lain rancangan peraturan) adalah contoh-contoh dari ius constituendum.

Termasuk juga ius constituendum adalah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan tetapi belum berlaku, misalnya, Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah menjadi Undang-Undang pada tahun 1986, tetapi baru dijalankan lima tahun kemudian (1991).

Selama lima tahun tersebut, Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 merupakan ius constituendum. Pada suatu ketika didapati berbagai rancangan perubahan Undang-Undang Dasar yang telah di susun PAH I MPR, merupakan ius constituendum yang diharapkan suatu ketika ditetapkan sebagai ius constitution. Dipihak lain ada ius constitution yaitu hukum yang berlaku atau disebut hukum positif.

Hukum yang pernah berlaku adalah ius constitution walaupun tidak berlaku lagi, karena tidak mungkin dimasukkan sebagai ius constituendum. Dalam kajian ini, hukum positif diartikan sebagai aturan hukum yang sedang berlaku atau sedang berjalan, tidak termasuk aturan hukum di masa lalu .

Meskipun hukum positif sendiri bersifat nasional, pada dasarnya hanya berlaku pada wilayah tertentu yang ada di Indonesia, akan tetapi dalam keadaan yang tertentu dapat pula berlaku diluar wilayah Indonesia. Dalam KUHP pidana (WvS) dijumpai perluasan hukum  pidana diluaar teritorial negara Indonesia.

  1. Ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan pidana di atas kapal Indonesia yang sedang berada diluar wilayah negara Indonesia (KUH Pidana, Pasa13).
  2. Berdasarkan prinsip nasionalitas, ketentuan tertentu hukum pidana Indonesia (seperti Pasal 160, Pasal 161, Pasal 249), berlaku terhadap warga negara Indonesia yang melakukan perbuatan pidana diluar negeri (KUH Pidana, Pasa15).  Kaidah hukum keperdataan dapat juga berlaku diluar wilayah Indonesia berdasarkan suatu perjanjian.

Hukum positif Indonesia juga berlaku dimana Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat (sovereign rights) atas wilayah yang tidak lagi masuk wilayah teritorial negara Indonesia seperti pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Hukum positif dapat dikelompokkan kedalam hukum positif tertulis dan hukum positif tidak tertulis.

Demikian artikel yang membahas mengenai Hukum Positif, Hukum Pidana, Dan Jenis Hukum Positif. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi Indonesia.

Artikel Yang Terkait:

Incoming search terms: